JEKA24.ID | JAMBI – Tragedi konflik Agraria di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau, banyak menjadi perhatian masyarakat Indonesia khusunya suku melayu. Pulau Rempang tersebut direncanakan akan dijadikan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintregasi.
Pembangunan itu ditolak oleh sejumlah warga dan berujung bentrok warga dengan aparat keamanan. Akibatnya banyak pro dan kontrak di masyarakat melayu di indonesia.
Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Batanghari, Ansori mengajak masyarakat Jambi beraama-sama menyejukan hati dan damai dalam menjaga situasi yang kondusif, yakinlah setiap permasalahan yang ada pasti ada jalan keluarnya.
“Persoalan di Pulau Rempang pasti ada solusi yang terbaik dengan cara memperdepankan perdamaian, persatuan dalam menjaga kondusifitas NKRI yang kita cintai,” kata Ansori, Sabtu (23/9/2023).
Ansori menghimbau agar masyarakat Pulau Rempang jangan mudah terprovokasi dengan persoalan konflik agraria tersebut.
“Masyarakat Pulau Rempang jangan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang beredar yang dapat memperpecah belah bangsa, marilah kita bersama-sama menjaga situasi khamtibmas yang kondusif,” ungkapnya.
Data yang diperoleh, Pemerintah Indonesia mengeklaim masyarakat di Pulau Rempang “setuju” untuk “digeser” sepanjang tidak dipindahkan ke luar pulau itu. Namun, sejumlah warga terdampak justru menyatakan “tetap menolak” dipaksa pindah dari kampung mereka saat ini.
Dari 16 kampung tua yang awalnya hendak direlokasi pun, akan ada empat kampung yang diprioritaskan untuk dibangun pada tahap awal. (*).
Discussion about this post